Makelar Menurut Pandangan Islam



Makelar merupakan salah satu pekerjaan yang menawarkan jasa, yaitu menjadi perantara perdagangan atau yang lainnya, dengan imbalan berdasarkan kesepakatan diantara keduanya,  Kehadiran makelar di tengah-tengah masyarakat, terutama masyarakat modern sangat dibutuhkan untuk memudahkan dunia bisnis (dalam perdagangan, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain). Sebab tidak sedikit orang yang tidak pandai tawar menawar tidak mengetahui cara menjual atau membeli barang yang diperlukan, atau tidak ada waktu untuk mencari atau berhubungan langsung dengan pembeli atau penjual.

Makelar (samsarah, bhs. Arab) ialah pengantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Jelaslah, bahwa makelar merupakan profesi yang banyak menfaatnya untuk masyarakat terutama bagi para produsen, konsumen,dan bagi makelar sendiri. Profesi ini dibutuhkan oleh masyarakat sebagaimana profesi-profesi yang lain.

Pekerjaan makelar menurut pandangan Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu barang misalnya rumah, atau orang, misalnya pelayan, atau pekerjaan/keahlian seorang ahli misalnya jasa pengacara, konsultan, dan sebagainya dengan imbalan. Karena pekerjaan makelar itu termasuk ijaroh, maka untuk sahnya pekerjaan makelar, Ini harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagi berikut :

1.      Persetujuan kedua belah pihak (perhatikan Al-Qur'an surat an-Nisa ayat 29)
2.      Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
3.      Objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram, misalnya mencarikan kasino, porkas, dan sebagainya.

Makelar harus besikap jujur, ikhlas, terbuka, dan tidak melakukan penipuan dan bisnis yang haram dan yang syubhat (yang tidak jelas halaUharamnya). la berhak menerima imbalan setelah berhsil memenuhi akadnya, sedangkan pihak yang menggunakan jasa makelar harus segera memberikan imbalannya.
Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 1:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”

[388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

Apabila jumlah imbalannya tidak ditentukan dalam perjanjian, maka hal ini dekembalikan kepada adat-istiadat yang berlaku di masyarakat. Misalnya di Indonesia menurut tradisi, makelar berhak menerima imbalan antara 2,5% sampai 5%, tergantung kepada jumlah transaksi. Bila transaksi jual beli kurang dari Rp. 1.000.000,00 imbalannya 5%, sedangkan transaksi yang lebih dari Rp. 1000.000,00 imbalannya cukup 2,5%.
Muamalah dengan memakai adat-istiadat atau hukum adat itu debenarkan oleh Islam berdasarkan kaidah hukum Islam:
اَلعَــــــــادَةُ مُحَــكَّـمَةٌ

Artinya: adat kebiasaan itu diakui sebagai dasar hukum
Tetapi kaidah hukum ini perlu diberi catatan, yaitu "selama adat kebiasaan\ atau hukum adat itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Qur'an dan as ¬Sunnah". Misalnya islam tidak membenarkan anak angkat sebagai ahli waris harts peninggalan dari orang tua angkatnya (perhatikan surat al-Ahzab ayat 4-5), sekalipun hukum adat di Jawa Tengah misalnya, memberi hak waris kepada anak angkat.

KESIMPULAN
Pekerjaan makelar menurut pandangan islam adalah termasuk akad ijarah, karena pekerjaan makelar itu termasuk ijaroh maka untuk syahnya pekerjaan itu harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagia berikut:
1. Persetujuan kedua belah pihak (perhatikan Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 29)
2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan
3. Objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram, misalnya mencarikan kasino, porkas, dan sebagianya.
Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah menurut perjanjian. Apabila jumlah imbalan tidak ditentukan dalam perjanjian, maka hal ini dikembalikan kepada hukum adat yang berlaku di masyarakat setempat.


Sumber : http://cerahlintangku.blogspot.co.id/2010/06/makalah-makelar.html

Komentar

Postingan Populer